top of page

Penerapan TOD (Transit Oriented Development) dalam Mewujudkan Infrastruktur Permukiman yang Baik, Efisien, dan Inklusif bagi Masyarakat Perkotaan

Gambar penulis: PSII IndonesiaPSII Indonesia

Gambar 1. Tampak Permukiman di Kawasan Perkotaan
Gambar 1. Tampak Permukiman di Kawasan Perkotaan

Seiring dengan berkembangnya suatu kawasan perkotaan, diperlukan lahan permukiman untuk tempat tinggal dan aktivitas masyarakat perkotaan. Kondisi permukiman di Indonesia umumnya dapat dibagi menjadi 2 yaitu permukiman yang berkembang secara organik dan permukiman yang berkembang secara terencana. Permukiman organik merupakan permukiman yang tumbuh secara alami, umumnya didirikan secara swadaya dengan jaringan prasarana (jalan, listrik, perpipaan, drainase, dll) yang kurang teratur dan sarana permukiman (taman, sekolah, lapangan, fasilitas kesehatan, dll) yang minimalis. Sementara permukiman terencana merupakan permukiman yang berdiri melalui perencanaan yang umumnya dibangun oleh pengembang swasta dengan sarana dan prasarana permukiman yang teratur dan komprehensif.

Gambar 2. Ilustrasi Permukiman Organik
Gambar 2. Ilustrasi Permukiman Organik

Kedua jenis permukiman ini memiliki kekurangannya masing-masing. Permukiman organik memiliki kekurangan yakni fasilitas sarana dan prasarana yang kurang teratur dan minimalis. Terdapat banyak jaringan jalan yang sempit dan tidak teratur, tata letak bangunan yang padat, taman dan ruang terbuka yang kecil, trotoar yang sempit bahkan umumnya tidak ada, sistem drainase yang buruk, dan lainnya yang menandakan kondisi infrastruktur permukiman yang buruk. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengawasan serta intervensi dari pemerintah dan kurangnya pendanaan karena umumnya hanya mengandalkan pendanaan swadaya dari masyarakat setempat. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas kehidupan seperti kemacetan akibat jalanan yang sempit, banjir akibat drainase yang buruk, rawan kebakaran akibat bangunan yang berdekatan, dan sebagainya.

Gambar 3. Ilustrasi Permukiman Terencana
Gambar 3. Ilustrasi Permukiman Terencana

Sementara itu, meskipun permukiman yang terencana memiliki keunggulan dari permukiman organik yaitu dengan infrastruktur permukiman yang teratur dan komprehensif, namun umumnya di Indonesia permukiman terencana didesain secara car-centric dan gated community sehingga infrastuktur permukiman tidak efisien dan tidak inklusif. Desain car-centric dengan jalan yang lebar, jaringan prasarana yang luas,  dan minim transportasi umum merupakan desain yang tidak efisien karena memerlukan lahan yang luas, mendorong penggunaan kendaraan pribadi yang menimbulkan emisi,  dan memerlukan biaya perawatan utilitas yang tinggi. Sementara gated-community merupakan permukiman dibatasi oleh pagar atau tembok dan memiliki sistem keamanan yang ketat sehingga menyebabkan segregasi sosial dan infrastruktur permukiman kurang dapat dirasakan secara inklusif.

 

Dalam permukiman yang baik, efisien dan inklusif diperlukan adanya perombakan tata ruang menjadi lebih compact city yaitu kota yang lebih efisien dalam penggunaan lahan, meminimalkan perluasan horizontal, dan mengurangi kebutuhan akan transportasi pribadi namun tetap menyediakan infrastruktur permukiman yang baik. Dalam mewujudkan hal tersebut dapat dimulai dengan membangun jaringan angkutan umum masal disertai dengan kawasan TOD (Transit Oriented Development). Konsep Kawasan TOD adalah dengan membangun pusat aktivitas seperti apartemen/ rumah susun, perkantoran, pertokoan, dan sejenisnya di sekitar jaringan transportasi umum seperti stasiun kereta, halte/terminal bus untuk membentuk compact city. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan area yang lebih padat dengan fasilitas permukiman, komersial, dan pelayanan umum yang mudah diakses dengan angkutan umum.

Gambar 4. Konsep Kawasan TOD
Gambar 4. Konsep Kawasan TOD

Penerapan kawasan TOD dapat menjawab kekurangan dari permukiman organik dan permukiman terencana. Dari segi kualitas baik-buruknya infrastruktur permukiman, kawasan TOD cenderung dapat dijaga dengan baik karena dapat dikelola oleh pemerintah dengan swasta, tidak hanya dari swadaya masyarakat saja. Dari segi efisiensi infrastruktur permukiman, kawasan TOD lebih efisien karena menggunakan lahan yang lebih sedikit dengan meminimalisir pembangunan horizontal dan jaringan utilitas yang tidak menyebar luas sehingga lebih rendah biaya perawatan dan emisi.

 

Dari segi inklusivitas, kawasan TOD dapat lebih inklusif dibandingkan dengan gated community yang lebih eksklusif. Infrastruktur permukiman pada Kawasan TOD dapat ditata lebih inklusif karena kawasan ini tidak seperti gated community yang kawasannya terbatas dan dijaga oleh pengamanan disebabkan oleh area ekslusif yang meluas secara horizontal (permukiman rumah tapak, ruko, dan sebagainya), pembangunan kawasan TOD lebih padat ke arah vertikal. Sehingga apabila diperlukan, pengamanan hanya berada pada lantai atas untuk area eksklusif, untuk area di bawahnya dapat ditata secara inklusif.


 

Dengan didukung letaknya yang berada pada simpul-simpul transportasi umum, penataan infrastruktur permukiman yang inklusif dapat diterapkan secara optimal. Contohnya adalah taman dan ruang berkumpul seperti kafe, restoran, dan fasilitas lainnya yang ditata pada area lantai bawah kawasan TOD dapat menjadi ruang aktivitas yang inklusif bagi masyarakat perkotaan secara optimal karena didukung dekatnya dengan moda transportasi umum sehingga masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah. Dengan demikian untuk mewujudkan ekosistem permukiman yang baik, efisien, dan inklusif bagi masyarakat perkotaan, diperlukan arah pembangunan lebih kepada compact city yang dapat dimulai dengan menerapkan kawasan TOD pada jaringan angkutan umum masal.


"Permukiman perkotaan menghadapi tantangan infrastruktur, baik yang minim fasilitas maupun yang eksklusif. Transit Oriented Development (TOD) mendorong compact city dengan pemusatan hunian, komersial, fasilitas publik di simpul transportasi umum, mengoptimalkan lahan, serta menciptakan ruang publik yang inklusif dan mudah diakses." - Aryo Widyatmoko/PSII

Korespondensi Penulis

Aryo Widyatmoko (aryowidyatmoko21@gmail.com)

 

Daftar Literatur

  1. Asiz, R. F. (2008). Fenomena Gated Community di Perkotaan. Universitas Indonesia. https://lib.ui.ac.id/detail.jsp?id=125213#parentHorizontalTab1

  2. Dr. Ir. Rina Kurniati, M. (2020). Buku Ajar MKP Kampung Kota. https://doc-pak.undip.ac.id/id/eprint/20415/2/Tr_BA Kampung Kota.pdf

  3. Ibraeva, A., de Almeida Correia, G. H., Silva, C., & Antunes, A. P. (2020). Transit-oriented development: A review of research achievements and challenges. Transportation Research Part A: Policy and Practice, 132, 110–130. https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0965856419304033

  4. Neuman, M. (2005). The compact city fallacy. Journal of Planning Education and Research, 25(1), 11–26. https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0739456x04270466


27 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Commentaires


© 2020 by Pusat Studi Infrastruktur Indonesia

bottom of page