top of page

Menjadi Bagian dari Kota: Membangun Ruang Hunian yang Ramah Perempuan

Gambar penulis: PSII IndonesiaPSII Indonesia
Gambar 1. Ilustrasi Pekerja Lepas Perempuan
Gambar 1. Ilustrasi Pekerja Lepas Perempuan

Perempuan dan Infrastruktur Permukiman: Mengapa Penting?

Pembangunan infrastruktur permukiman yang responsif gender penting untuk mewujudkan lingkungan yang inklusif, termasuk perempuan. Mengutip dari Esariti dan Dewi (2016), konsep responsif gender sebagai pendekatan yang menjamin kebutuhan seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Lebih lanjut, Esariti dan Dewi (2016) menekankan bahwa pengarusutamaan gender dalam penyediaan infrastruktur menyelaraskan kebutuhan perempuan dan laki-laki dalam proses perencanaan, pelaksanaan pemantauan, evaluasi kebijakan, dan institusi pemerintah, sebagai strategi untuk mengurangi ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam penggunaan infrastruktur. Dengan mengharmonisasikan perspektif gender dalam perencanaan infrastruktur permukiman, lingkungan yang lebih inklusif, aman, dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat dapat diwujudkan.

"Merancang kota yang ramah perempuan bukan sekadar pilihan, tetapi keharusan untuk menciptakan masa depan yang lebih setara. Infrastruktur yang responsif gender bukan hanya tentang menambah fasilitas, tetapi juga membangun kesadaran bahwa setiap orang berhak merasa nyaman di ruang publik. Kota yang inklusif adalah kota yang tidak membiarkan satu pun warganya merasa terpinggirkan"- Ingga Amalia Dewi/PSII
 
Gambar 2. Tampak Kota Umeå
Gambar 2. Tampak Kota Umeå

Umeå: Harmoni Kota yang Merangkul Perempuan

Umeå, sebuah kota di tepi Sungai Ume di Swedia, dikenal sebagai pusat pendidikan dan budaya, dengan kebijakan berkelanjutan yang responsif gender dalam perencanan perkotaan dan infrastruktur. Merujuk pada International and Regional Cooperation (2023), partisipasi perempuan diikutsertakan dalam perencanaan ruang publik, yakni perencanaan fasilitas olahraga dan rekreasi di Umeå dengan mengakomodasi pengalaman dan kebutuhan kelompok  perempuan berusia 15-20 tahun. Selain itu, International and Regional Cooperation (2023) mengungkapkan Umeå menampilkan sebuah karya seni yang dijuluki “Listen” di alun-alun utama kota, sebagai wujud representasi perjuangan suara dan hak perempuan.


Berikutnya, Umeå telah menunjukkan komitmen serius dalam kebijakan perencanaan infrastruktur permukiman yang ramah gender. Disebutkan oleh Coi (2022), komite kesetaraan gender di Umeå telah ada sejak tahun 1978 dan sudah berperan dalam setiap kebijakan dan perencanaan perkotaan.  Coi (2022) mengungkapkan infrastruktur publik merangkul kebutuhan perempuan sehingga tercipta ruang yang aman dan inklusif, termasuk meningkatkan visibilitas perempuan dalam toponimi kota (penggunaan nama tempat) seperti nama fasilitas publik yang merepresentasikan kontribusi perempuan dalam sejarah kota, mengurangi area tersembunyi yang membangkitkan rasa takut dan tidak aman, serta memperbaiki penerangan pada fasilitas publik.

 
Gambar 3. Ilustrasi Pekerja Wanita di Mumbai
Gambar 3. Ilustrasi Pekerja Wanita di Mumbai

Mumbai: Kota yang Menantang Langkah Perempuan

Sebaliknya, Mumbai, sebagai kota terpadat di India dan salah satu kawasan metropolitan terpadat di dunia, sering kali dihadapkan pada tantangan besar terkait kesetaraan gender. Mengacu pada World Economic Forum (2021), banyak kota di India, termasuk Mumbai, memiliki infrastruktur dan layanan dasar yang tidak memadai, khususnya di permukiman kumuh. Selanjutnya, World Economis Forum (2021) menyebutkan kurangnya data untuk pengambilan kebijakan dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan oleh kelompok rentan, termasuk perempuan. Hal tersebut mengimplikasikan kebijakan yang dihasilkan mungkin tidak merepresentasikan perspektif perempuan. Padahal, dalam konteks infrastruktur permukiman, perempuan acap kali menghadapi tantangan yang lebih besar dibandingkan laki-laki.


Selanjutnya, menyitir dari Krishnan (2019), Mumbai menghadapi berbagai tantangan dalam pengelolaan infrastruktur kota yang kurang layak. Menurut Krishnan (2019), infrastruktur fisik di Mumbai, seperti bangunan yang runtuh dan sering dilanda kebakaran mengindikasikan perencanaan infrastruktur yang tidak memadai. Krishnan (2019) juga menyoroti adanya masalah drainase karena kurangnya koordinasi antara berbagai institusi pemerintah dan perencanaan yang lemah. Kondisi permukiman yang tidak aman dan sehat tersebut berdampak signifikan terhadap posisi perempuan. Sering kali, perempuan lebih rentan terhadap bahaya tersebut karena mereka mungkin lebih banyak menghabiskan waktu di lingkungan hunian dan sekitar untuk berbagai urusan domestik.

 
Gambar 4. Tampak Kota Jakarta
Gambar 4. Tampak Kota Jakarta

Jakarta: Meniti Jalan menuju Kota Ramah Perempuan

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Jakarta, sebagai  ibu kota negara, masih menghadapi berbagai tantangan besar dalam menciptakan lingkungan hunian yang ramah perempuan. Namun, pemerintah Jakarta terus berupaya mengambil langkah-langkah konkret untuk mewujudkan ruang hunian yang ramah perempuan. Dilansir dari Mujahid (2024), Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah berupaya mengembangkan area inklusif untuk perempuan dan anak. Menurut Mujahid (2024), Pemprov DKI Jakarta terus berusaha dalam mengembangkan ruang terbuka ramah perempuan dan anak, tercatat sekitar 300 ruang yang akan terus diperkuat. Selain itu, Mujahid (2024) menyebutkan bahwa Pemprov DKI menunjukkan tindakan serius dalam menangani perlindungan terhadap perempuan, termasuk meningkatkan ruang terbuka dan terpadu yang aman dan nyaman sebagai pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan serta penyediaan rumah aman dan fasilitas kesehatan sebagai layanan pengaduan dan perlindungan untuk perempuan.

 
Gambar 5. Ilustrasi wanita mengibarkan bendera merah putih
Gambar 5. Ilustrasi wanita mengibarkan bendera merah putih

Menyorot Posisi Pemerintah dalam Membangun Infrastruktur Bersama Perempuan

Indonesia, telah menunjukkan berbagai langkah serius sebagai upaya untuk memperkuat kesetaraan bagi perempuan. Mengacu pada Wijaya et al. (2021), pemerintah Indonesia telah mengesahkan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) pada tahun 1984. Wijaya et al (2021) juga mengungkapkan bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mensinkronkan Kelompok Kerja Nasional tentang Gender dan telah mengimplementasikan 38 program responsif gender dalam Program Pembangunan Nasional dari tahun 2000-2004. Lebih lanjut, menurut Wijaya et al (2021), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 telah menyoroti isu gender terkait infrastruktur permukiman, termasuk menyetujui bahwa akses terhadap air bersih dan sanitasi krusial bagi kehidupan perempuan. Namun, saat ini belum ada mekanisme yang responsif gender terkait pemberdayaan dan hak-hak perempuan selama pembangunan infrastruktur serta upaya mitigasi risiko.


Kehadiran perempuan dalam perencanaan infrastruktur permukiman perlu disokong oleh pemerintah Indonesia. Perspektif yang beragam oleh perempuan membantu mewujudkan lingkungan hunian yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan semua lapisan masyarakat. Dengan menyediakan ruang bagi perempuan, ini menunjukkan komitmen kuat untuk menghormati sumbangsih perempuan dalam masyarakat.


Korespondensi Penulis:

Ingga Amalia Dewi (inggaamaliadewi@gmail.com)

 

Daftar Literatur

  1. Coi, G. (2022, June 22). (Re)designing the city for women. POLITICO. Retrieved from https://www.politico.eu/article/city-women-gender-equality-umea-sweden-urbact-gendered-landscape-climate-change-emissions-transport-frizon-tunnel-security/

  2. Esariti, L., & Dewi, D. I. K. (2016). Pendekatan responsif gender dalam penyediaan sarana lingkungan perkotaan. RUANG, 2(4), 324-330. https://doi.org/10.14710/ruang.1.4.324-330

  3. Ginsburg, R. B. (n.d.). Women belong in all places where decisions are being made. Goodreads. Retrieved January 24, 2025, from https://www.goodreads.com/quotes/10433440-women-belong-in-all-places-where-decisions-are-being-made

  4. International Urban and Regional Cooperation. (2023, September). Guidelines: Umeå Urban planning and gender inclusion. International Urban and Regional Cooperation.

  5. Krishnan, M. (2019, July 25). Mumbai's infrastructure is falling apart. DW. Retrieved from https://www.dw.com/en/mumbai-struggles-to-cope-with-crumbling-infrastructure/a-49743367

  6. Mujahid, H. A. (2024, November 1). Pemprov DKI Jakarta perluas ruang ramah perempuan dan anak. Kota Administrasi Jakarta Barat. Retrieved from https://barat.jakarta.go.id/berita/pemprov-dki-jakarta-perluas-ruang-ramah-perempuan-dan-anak

  7. Wijaya, T., Adesywi, S., Lees, S., Hlatshwayo, B., & Keller, A. (2021). Pembangunan Infrastruktur dan Hak-Hak Perempuan di Indonesia. UNDP.

  8. World Economic Forum. (2021, April 13). 3 pressing urban problems Indian cities must solve in the post-COVID recovery. Retrieved from https://www.weforum.org/stories/2021/04/3-urban-problems-indian-cities-must-solve/

 

108 tampilan0 komentar

Comments


© 2020 by Pusat Studi Infrastruktur Indonesia

bottom of page