Hunian Berbasis Teknologi: Studi Kasus Penerapan Smart Home di Jakarta dan Surabaya
- amalia d
- 24 Mar
- 10 menit membaca
Diperbarui: 5 hari yang lalu

Hunian berbasis teknologi merupakan konsep hunian yang terintegrasi dengan Internet of Things (IoT), di mana perkembangan teknologi membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam sektor permukiman dan perumahan. Konsep hunian pintar (smart housing) kini semakin populer seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan efisiensi, kenyamanan, dan keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari (Zanella et al., 2014). Dengan memanfaatkan teknologi seperti Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), big data, dan sistem otomasi, hunian pintar mampu menghadirkan pengalaman tinggal yang lebih aman, hemat energi, dan adaptif terhadap kebutuhan penghuninya (Mohanty et al., 2016).
Di berbagai negara, konsep hunian pintar telah diimplementasikan dalam berbagai skala, mulai dari rumah individu hingga kawasan permukiman terpadu. Kota-kota seperti Songdo (Korea Selatan), Amsterdam (Belanda), dan Singapura telah mengintegrasikan teknologi pintar ke dalam infrastruktur perumahan mereka untuk menciptakan lingkungan yang lebih efisien dan berkelanjutan (Harrison & Donnelly, 2011). Di Indonesia, pengembangan hunian pintar mulai diterapkan di beberapa kawasan, seperti BSD City, Meikarta, dan PIK 2, meskipun masih menghadapi berbagai tantangan, seperti infrastruktur yang belum merata, biaya investasi yang tinggi, serta tingkat literasi teknologi masyarakat yang beragam (Tamin et al., 2020).
Selain itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa luas lahan sawah terus mengalami penurunan. Pada tahun 2017, luas lahan sawah tercatat sekitar 7,75 juta hektare, namun pada tahun 2018 turun menjadi 7,1 juta hektare (BPS, 2019). Hal ini cukup mengkhawatirkan karena pengurangan lahan pertanian berdampak pada penurunan hasil produksi pangan tiap tahunnya. Padahal, dengan populasi manusia yang terus berkembang, kebutuhan terhadap lahan pertanian juga semakin meningkat agar ketersediaan pangan tetap tercukupi (FAO, 2017).
Alhasil, perkembangan teknologi dalam sektor perumahan melalui konsep hunian pintar (smart housing) membawa dampak yang signifikan bagi kehidupan masyarakat modern. Dengan integrasi IoT, kecerdasan buatan, dan big data, hunian tidak lagi sekadar tempat tinggal, tetapi juga ruang yang dapat beradaptasi dengan kebutuhan penghuninya secara otomatis. Namun, meskipun berbagai negara telah sukses menerapkan teknologi ini, Indonesia masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal infrastruktur, biaya investasi, dan literasi teknologi. Penerapan smart housing di Indonesia seharusnya tidak hanya berfokus pada kawasan premium seperti BSD City atau PIK 2, tetapi juga mempertimbangkan solusi inklusif bagi masyarakat luas agar manfaatnya dapat dirasakan lebih merata.
Di sisi lain, permasalahan konversi lahan pertanian menjadi kawasan permukiman juga harus mendapat perhatian serius. Penurunan luas lahan sawah yang terus terjadi menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan hunian dan keberlanjutan sektor pertanian. Jika tidak diantisipasi dengan kebijakan yang tepat, seperti pengembangan hunian vertikal berbasis teknologi atau konsep kota pintar yang lebih ramah lingkungan, maka ketahanan pangan nasional bisa terancam. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk tidak hanya mengejar modernisasi dalam sektor perumahan, tetapi juga memastikan bahwa inovasi tersebut tidak mengorbankan aspek keberlanjutan, terutama dalam pemanfaatan lahan dan sumber daya alam.

Jakarta
Sebagai ibu kota negara dan pusat ekonomi, Jakarta menjadi salah satu kota yang paling maju dalam penerapan teknologi smart home. Beberapa kawasan perumahan elit di Jakarta, seperti Navapark BSD, Southgate Residence, dan Pantai Indah Kapuk 2, telah mengintegrasikan berbagai teknologi rumah pintar dalam sistem hunian mereka. Teknologi yang digunakan mencakup sistem keamanan berbasis kecerdasan buatan (AI), pengelolaan energi pintar, hingga perangkat Internet of Things (IoT) yang memungkinkan penghuni mengontrol berbagai aspek rumah mereka melalui ponsel pintar (Sovacool & Furszyfer Del Rio, 2020). Penerapan teknologi ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan, efisiensi energi, dan keamanan penghuni, sejalan dengan tren global yang mengarah pada otomatisasi hunian dan gaya hidup yang lebih berkelanjutan (GhaffarianHoseini et al., 2016).
Selain itu, pemerintah DKI Jakarta juga telah mulai mengembangkan konsep smart city yang turut mendukung penerapan teknologi dalam hunian. Program ini mencakup peningkatan akses internet berkecepatan tinggi, penggunaan sensor cerdas untuk pengelolaan infrastruktur perkotaan, serta sistem manajemen energi berbasis IoT untuk mengoptimalkan konsumsi listrik di lingkungan permukiman (Setiawan et al., 2021). Implementasi ini sejalan dengan tren global dalam pembangunan kota pintar yang bertujuan meningkatkan efisiensi operasional kota serta kenyamanan warganya (Batty et al., 2012). Salah satu inovasi penting yang mulai diterapkan adalah penggunaan sistem pemantauan lingkungan berbasis IoT yang membantu dalam mendeteksi kualitas udara, kebisingan, dan polusi di sekitar permukiman, sehingga mendukung terciptanya lingkungan yang lebih sehat bagi penduduk kota.
Jakarta juga mulai menerapkan teknologi smart metering, di mana penghuni dapat memantau penggunaan listrik dan air secara real-time. Sistem ini memungkinkan efisiensi dalam konsumsi energi serta membantu dalam pengelolaan tagihan rumah tangga secara lebih transparan dan akurat (Shen et al., 2022). Smart metering telah terbukti mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola konsumsi energi, seperti yang telah diterapkan di berbagai kota pintar dunia, termasuk Singapura dan Amsterdam. Selain itu, penggunaan smart grid dalam jaringan listrik Jakarta mulai dikembangkan untuk memastikan distribusi energi yang lebih efisien dan stabil, mengurangi risiko pemadaman listrik, serta memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan dalam kawasan perumahan.
Meskipun penerapan teknologi smart home di Jakarta menunjukkan perkembangan yang positif, masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi. Biaya investasi yang tinggi menjadi salah satu kendala utama dalam penyebarluasan teknologi ini, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Selain itu, kesiapan infrastruktur dan literasi teknologi masyarakat juga menjadi faktor penentu dalam keberhasilan implementasi smart home secara lebih luas. Untuk mewujudkan kota yang lebih cerdas dan inklusif, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, pengembang properti, dan sektor teknologi dalam menyediakan solusi hunian pintar yang lebih terjangkau dan dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat.
Secara keseluruhan, perkembangan smart home di Jakarta merupakan bagian dari transformasi menuju kota pintar yang lebih efisien, berkelanjutan, dan nyaman bagi penghuninya. Dengan dukungan infrastruktur digital yang semakin berkembang serta kebijakan yang berpihak pada inovasi teknologi, Jakarta berpotensi menjadi salah satu kota metropolitan yang unggul dalam penerapan konsep smart home dan smart city di kawasan Asia Tenggara. Namun, untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan pendekatan yang lebih inklusif agar manfaat teknologi ini dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya oleh segmen tertentu.
Surabaya
Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya juga tidak ketinggalan dalam penerapan konsep smart home. Kawasan perumahan seperti Grand Pakuwon dan CitraLand Surabaya telah menerapkan sistem otomasi rumah untuk meningkatkan kenyamanan penghuninya. Penggunaan perangkat pintar seperti sistem pencahayaan otomatis, pemantauan keamanan berbasis kecerdasan buatan (AI), serta penggunaan energi terbarukan menjadi bagian dari inovasi smart housing di kota ini (GhaffarianHoseini et al., 2016). Penerapan teknologi ini bertujuan untuk menciptakan hunian yang lebih efisien, aman, dan berkelanjutan, selaras dengan tren global dalam pengembangan smart home (Sovacool & Furszyfer Del Rio, 2020).
Selain pengembangan hunian pintar oleh sektor swasta, Pemerintah Kota Surabaya juga aktif dalam mengembangkan konsep Surabaya Smart City. Salah satu inisiatif yang diterapkan adalah penggunaan smart grid dalam sistem kelistrikan, yang memungkinkan distribusi energi lebih efisien dan ramah lingkungan (Setiawan et al., 2021). Smart grid ini memanfaatkan sistem sensor dan data real-time untuk mengoptimalkan penggunaan energi, mengurangi pemborosan, serta meningkatkan ketahanan jaringan listrik terhadap gangguan. Selain itu, Surabaya juga berencana meningkatkan integrasi teknologi dalam hunian berbasis komunitas guna memastikan aksesibilitas bagi seluruh lapisan masyarakat. Konsep ini penting untuk mencegah eksklusivitas teknologi hanya bagi kelompok tertentu dan mendorong inklusivitas dalam penerapan smart housing (Shen et al., 2022).
Pemerintah Kota Surabaya juga bekerja sama dengan perguruan tinggi dan perusahaan teknologi untuk mengembangkan solusi berbasis data dalam meningkatkan efisiensi hunian pintar. Beberapa inovasi yang dikembangkan termasuk penggunaan teknologi machine learning untuk analisis konsumsi energi dan sistem prediktif dalam pengelolaan sumber daya (Batty et al., 2012). Implementasi teknologi ini memungkinkan hunian untuk secara otomatis menyesuaikan penggunaan energi berdasarkan pola kebiasaan penghuni, sehingga meningkatkan efisiensi dan mengurangi jejak karbon. Kolaborasi ini menunjukkan pentingnya peran akademisi dan sektor swasta dalam mendukung kebijakan berbasis teknologi yang berkelanjutan bagi pembangunan kota pintar.

Meskipun kemajuan smart home di Surabaya menunjukkan arah yang positif, masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah kesiapan infrastruktur dan akses terhadap teknologi di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Selain itu, biaya implementasi sistem smart home yang masih relatif tinggi menjadi kendala dalam penyebarannya secara lebih luas. Untuk mewujudkan kota yang lebih cerdas dan inklusif, diperlukan strategi yang tidak hanya mengedepankan inovasi teknologi, tetapi juga memperhatikan aspek ekonomi dan sosial agar seluruh masyarakat dapat merasakan manfaatnya.
Secara keseluruhan, pengembangan smart home di Surabaya mencerminkan transformasi kota menuju lingkungan yang lebih cerdas, efisien, dan berkelanjutan. Dengan dukungan infrastruktur digital yang terus berkembang serta kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta, Surabaya berpotensi menjadi salah satu pionir smart housing di Indonesia. Namun, untuk mencapai keberhasilan yang lebih luas, perlu ada pendekatan yang lebih inklusif dan kebijakan yang memastikan bahwa inovasi teknologi tidak hanya terbatas pada kawasan perumahan elit, tetapi juga dapat diadopsi oleh masyarakat secara lebih luas.
Tantangan dalam Pengembangan Hunian Pintar
1. Keterbatasan Infrastruktur
Salah satu tantangan utama dalam pengembangan hunian pintar di Indonesia adalah keterbatasan infrastruktur, terutama dalam hal akses internet yang stabil dan cepat. Meskipun di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya jaringan internet relatif lebih baik, masih ada wilayah yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan koneksi yang memadai. Padahal, koneksi internet yang andal sangat penting untuk mendukung operasi berbagai perangkat IoT dalam ekosistem smart home.
Kendala infrastruktur ini juga mencakup ketersediaan listrik yang stabil. Meskipun jaringan listrik di kota besar sudah cukup baik, beberapa daerah masih mengalami pemadaman yang dapat menghambat operasional teknologi smart home. Oleh karena itu, diperlukan investasi lebih lanjut dalam meningkatkan keandalan jaringan listrik dan internet di seluruh Indonesia.
2. Biaya Implementasi yang Tinggi
Teknologi smart home masih tergolong mahal, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Biaya pemasangan sistem otomatisasi rumah, sensor pintar, dan perangkat AI masih cukup tinggi, sehingga hanya segmen tertentu yang mampu mengaksesnya. Menurut laporan McKinsey & Company (2022), biaya implementasi smart home di negara berkembang seperti Indonesia masih 20-30% lebih tinggi dibandingkan di negara maju, akibat tingginya biaya impor perangkat dan kurangnya industri teknologi lokal yang mampu memproduksi perangkat serupa dengan harga lebih terjangkau.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan insentif dari pemerintah dan kolaborasi dengan perusahaan teknologi lokal untuk mengembangkan perangkat smart home dengan harga yang lebih terjangkau. Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, diharapkan adopsi teknologi ini dapat lebih luas dan merata.
3. Literasi Teknologi Masyarakat
Tingkat pemahaman masyarakat mengenai teknologi smart home masih beragam. Banyak masyarakat yang belum memahami manfaat serta cara penggunaan sistem rumah pintar secara maksimal. Hal ini menyebabkan adopsi teknologi ini masih relatif rendah di kalangan masyarakat luas. Diperlukan edukasi dan sosialisasi yang lebih masif agar masyarakat dapat memahami bagaimana teknologi ini dapat meningkatkan efisiensi dan kenyamanan hidup mereka.
Salah satu solusi untuk meningkatkan literasi teknologi adalah melalui program edukasi yang melibatkan komunitas dan lembaga pendidikan. Kampanye digital serta pelatihan langsung mengenai penggunaan smart home dapat membantu mempercepat pemahaman masyarakat terhadap teknologi ini.
Dampak terhadap Lahan dan Keberlanjutan
Selain perkembangan smart home, ada kekhawatiran terkait pengurangan lahan produktif akibat ekspansi permukiman. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa luas lahan sawah di Indonesia mengalami penurunan dari 7,75 juta hektare pada 2017 menjadi 7,1 juta hektare pada 2018 (BPS, 2019). Jika tren ini terus berlanjut, akan berdampak pada produksi pangan nasional dan ketahanan pangan masyarakat.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pengembangan smart home di Indonesia perlu menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain:
Penggunaan teknologi vertical housing atau rumah vertikal untuk mengurangi konversi lahan pertanian menjadi permukiman.
Integrasi konsep green building dalam pembangunan smart home untuk mengoptimalkan efisiensi energi dan meminimalkan dampak lingkungan.
Pengembangan kawasan permukiman yang ramah lingkungan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara hunian, ruang hijau, dan lahan produktif.
Kesimpulan
Penerapan konsep hunian berbasis teknologi atau smart home di Indonesia, khususnya di Jakarta dan Surabaya, menunjukkan perkembangan yang menjanjikan dalam menghadirkan hunian yang lebih efisien, nyaman, dan berkelanjutan. Integrasi teknologi seperti Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan big data dalam sistem hunian telah memungkinkan penghuni untuk mengelola berbagai aspek rumah secara otomatis, mulai dari keamanan, konsumsi energi, hingga kenyamanan. Inisiatif ini sejalan dengan tren global dalam pengembangan kota pintar (smart city), di mana teknologi digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan. Kota-kota seperti Jakarta dan Surabaya telah mulai mengadopsi konsep ini dengan mengembangkan hunian berbasis teknologi di berbagai kawasan perumahan premium serta melalui program kota pintar yang diinisiasi oleh pemerintah daerah.
Meskipun demikian, implementasi smart home di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang perlu segera diatasi agar dapat diterapkan secara lebih luas dan inklusif. Salah satu hambatan utama adalah keterbatasan infrastruktur, terutama dalam hal koneksi internet yang stabil dan jaringan listrik yang andal. Di beberapa wilayah, akses terhadap infrastruktur ini masih belum merata, sehingga menghambat adopsi teknologi smart home di kalangan masyarakat yang lebih luas. Selain itu, biaya implementasi yang masih relatif tinggi juga menjadi kendala, mengingat perangkat dan sistem otomatisasi rumah pintar masih tergolong mahal bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, pengembang properti, dan sektor teknologi untuk mengembangkan solusi yang lebih terjangkau dan mudah diakses.
Selain aspek teknologi dan ekonomi, pengembangan smart home juga harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan, terutama dalam hal pemanfaatan lahan. Ekspansi kawasan permukiman sering kali mengorbankan lahan produktif, termasuk lahan pertanian yang berperan penting dalam ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, strategi pembangunan hunian berbasis teknologi harus diarahkan pada solusi yang lebih berkelanjutan, seperti pengembangan hunian vertikal, penerapan konsep green building, dan optimalisasi ruang hijau di kawasan permukiman. Dengan demikian, inovasi dalam sektor perumahan tidak hanya berfokus pada modernisasi hunian, tetapi juga menjaga keseimbangan antara kebutuhan tempat tinggal dan kelestarian lingkungan.
Secara keseluruhan, smart home memiliki potensi besar untuk menjadi solusi hunian masa depan yang lebih efisien dan berkelanjutan. Namun, keberhasilannya tidak hanya ditentukan oleh kemajuan teknologi semata, tetapi juga oleh kesiapan infrastruktur, kebijakan yang mendukung, serta peningkatan literasi teknologi masyarakat. Jika tantangan-tantangan tersebut dapat diatasi melalui pendekatan yang lebih inklusif dan kolaboratif, maka Indonesia dapat mewujudkan konsep smart housing yang tidak hanya eksklusif bagi segmen tertentu, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Korespondensi Penulis
Muhammad Firdaus (@firdausdanoe)
Daftar Literatur
Batty, M., Axhausen, K. W., Giannotti, F., Pozdnoukhov, A., Bazzani, A., Wachowicz, M., ... & Portugali, Y. (2012). Smart cities of the future. The European Physical Journal Special Topics, 214(1), 481-518.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2019). Statistik Lahan Sawah di Indonesia 2019. Jakarta: BPS.
FAO (Food and Agriculture Organization). (2017). The Future of Food and Agriculture: Trends and Challenges. Rome: FAO.
GhaffarianHoseini, A., Dahlan, N. D., Berardi, U., GhaffarianHoseini, A., Makaremi, N., & GhaffarianHoseini, M. (2016). Sustainable energy performances of green buildings: A review of current theories, implementations, and challenges. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 25, 1-17.
Harrison, C., & Donnelly, I. A. (2011). A theory of smart cities. In Proceedings of the 55th Annual Meeting of the ISSS - 2011, Hull, UK.
McKinsey & Company. (2022). Smart homes in emerging markets: Challenges and opportunities. McKinsey Global Institute.
Mohanty, S. P., Choppali, U., & Kougianos, E. (2016). Everything you wanted to know about smart cities: The Internet of Things is the backbone. IEEE Consumer Electronics Magazine, 5(3), 60-70.
Setiawan, I., Harjono, T., & Santoso, H. (2021). Implementasi konsep smart city di Indonesia: Peluang dan tantangan. Jurnal Teknik Informatika, 8(2), 45-58.
Shen, W., Zhang, X., & Huang, G. Q. (2022). Smart metering and energy management in smart homes: A review. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 152, 111678.
Sovacool, B. K., & Furszyfer Del Rio, D. D. (2020). Smart home technologies in Europe: A critical review of concepts, benefits, risks, and policies. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 120, 109663.
Tamin, R. Z., Rahayu, R., & Prakoso, L. Y. (2020). Pengembangan kawasan hunian pintar di Indonesia: Sebuah studi awal. Jurnal Perencanaan Kota dan Wilayah, 14(1), 78-92.
Zanella, A., Bui, N., Castellani, A., Vangelista, L., & Zorzi, M. (2014). Internet of Things for smart cities. IEEE Internet of Things Journal, 1(1), 22-32.
Comments