top of page

Digital Leap: Infrastruktur Telekomunikasi sebagai Lompatan Ekonomi di Era Industri 4.0

 

Gambar 1. Ilustrasi Pemodelan Infrastruktur di era Industri 4.0

Sumber : Subkhi Mashadi, 2024


Perubahan besar yang dibawa oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tidak hanya berdampak pada bagaimana individu berinteraksi, tetapi juga telah mendisrupsi model-model bisnis, pemerintahan, dan tatanan sosial secara menyeluruh. Revolusi digital telah mengaburkan batasan geografis dan waktu dalam proses pertukaran informasi, transaksi ekonomi, hingga pengambilan keputusan politik. Oleh karena itu, transformasi digital tidak bisa lagi dianggap sebagai isu sektoral, melainkan sebagai fondasi utama dari sistem pembangunan nasional yang modern dan berkelanjutan. Dalam konteks global, negara-negara yang mampu menempatkan TIK sebagai pilar strategis dalam kebijakan publik terbukti lebih resilien terhadap krisis, seperti terlihat dalam masa pandemi COVID-19, ketika layanan digital menjadi tulang punggung dalam menjaga fungsi pemerintahan, pendidikan, dan perekonomian. Ketergantungan pada digitalisasi pun terus meningkat, menuntut negara untuk menyediakan infrastruktur telekomunikasi yang tidak hanya canggih, tetapi juga merata dan inklusif.


Era Industri 4.0 menandai pergeseran besar dari ekonomi berbasis sumber daya alam dan tenaga kerja menuju ekonomi yang ditopang oleh inovasi dan efisiensi berbasis teknologi. Dalam era ini, otomatisasi melalui robotika, integrasi sistem melalui Internet of Things (IoT), serta kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah menciptakan lanskap baru bagi industri, perdagangan, dan pelayanan publik. Namun, semua teknologi canggih tersebut tidak akan berfungsi optimal tanpa keberadaan infrastruktur digital yang solid. Jaringan internet berkecepatan tinggi, pusat data dengan kapasitas besar, serta jaringan seluler yang stabil menjadi prasyarat mutlak bagi operasionalisasi berbagai teknologi tersebut. Dengan demikian, infrastruktur telekomunikasi kini bukan lagi penunjang, tetapi justru menjadi prasyarat transformasi industri dan pemerintahan. Sebuah negara yang berhasil mengintegrasikan infrastruktur digital ke dalam sistem produksi dan layanan publiknya akan mampu menciptakan nilai tambah ekonomi yang signifikan, sekaligus mempercepat pertumbuhan sektor digital seperti e-commerce, edutech, healthtech, dan fintech yang kini menjadi penopang ekonomi masa depan.


Di sisi lain, negara-negara yang masih memandang infrastruktur digital sebagai pelengkap atau kebutuhan tersier justru berisiko menghadapi stagnasi pertumbuhan ekonomi dan keterisolasian dari arus global. Ketertinggalan dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi bukan hanya menciptakan kesenjangan digital (digital divide), tetapi juga memperdalam ketimpangan sosial dan ekonomi. Ketiadaan konektivitas digital menghambat masyarakat di daerah terpencil untuk mengakses layanan pendidikan daring, fasilitas kesehatan berbasis telemedisin, atau bahkan informasi pasar yang mendukung produktivitas pertanian dan UMKM lokal. Dalam jangka panjang, situasi ini dapat melemahkan daya saing nasional dan memperbesar beban negara dalam mengatasi ketimpangan wilayah. Oleh karena itu, strategi pembangunan nasional yang visioner seharusnya menempatkan infrastruktur digital dalam posisi yang setara dengan infrastruktur fisik konvensional seperti jalan tol, pelabuhan, dan energi. Ketiganya kini saling terhubung dan saling menguatkan dalam menciptakan ekosistem pembangunan yang berdaya saing tinggi dan tahan terhadap disrupsi teknologi.


 

Mengapa Infrastruktur Telekomunikasi Krusial di Era Industri 4.0?


Era Industri 4.0 telah secara fundamental merevolusi struktur ekonomi global dengan menggeser penekanan dari tenaga kerja murah dan eksploitasi sumber daya alam menuju ekonomi berbasis pengetahuan, data, dan inovasi teknologi. Dalam kerangka ini, teknologi seperti Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), blockchain, dan komputasi awan berperan penting dalam menciptakan sistem produksi dan layanan publik yang efisien, responsif, dan adaptif terhadap perubahan pasar. Namun, semua potensi itu tidak akan pernah tercapai tanpa keberadaan infrastruktur telekomunikasi yang mumpuni, yang mampu menyediakan konektivitas cepat, stabil, dan menjangkau seluruh wilayah. Menurut Baldwin (2019), transformasi digital yang digadang-gadang sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru akan kehilangan relevansi jika tidak didukung oleh konektivitas digital yang luas dan berkualitas. Inilah sebabnya mengapa pembangunan infrastruktur digital bukan lagi pilihan, tetapi suatu keharusan strategis bagi negara yang ingin mempertahankan daya saingnya dalam perekonomian global yang semakin terdigitalisasi.


Selain sebagai fondasi teknologis, infrastruktur telekomunikasi juga memiliki dimensi sosial yang kuat, khususnya dalam membuka akses terhadap peluang ekonomi dan layanan publik yang sebelumnya sulit dijangkau. Akses internet yang merata membuka ruang bagi masyarakat di daerah terpencil untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital, mengakses pendidikan daring, dan mendapatkan layanan kesehatan melalui platform digital. Misalnya, kehadiran platform e-commerce telah menghubungkan pelaku UMKM dengan pasar nasional maupun global, sementara fintech mempermudah akses masyarakat terhadap layanan keuangan yang sebelumnya terbatas oleh infrastruktur perbankan konvensional (World Bank, 2021). Namun, ketimpangan akses digital antarwilayah dan antar kelompok sosial juga menimbulkan ancaman baru berupa kesenjangan digital (digital divide), yang berpotensi memperdalam ketimpangan sosial-ekonomi. OECD (2020) menekankan bahwa ketimpangan digital kini menjadi salah satu bentuk ketidaksetaraan modern yang harus diatasi secara sistematis melalui investasi negara dan reformasi kebijakan. Oleh karena itu, infrastruktur digital harus diperlakukan sebagai bagian integral dari hak atas pembangunan dan bukan semata proyek teknologi.


Dalam konteks kebijakan publik, pendekatan parsial terhadap pembangunan infrastruktur telekomunikasi harus segera ditinggalkan. Negara perlu hadir tidak hanya sebagai fasilitator pembangunan digital melalui regulasi dan insentif investasi, tetapi juga sebagai pemimpin dalam mengarahkan transformasi digital ke arah yang inklusif dan berkelanjutan. Negara-negara seperti Korea Selatan, Finlandia, dan Estonia menunjukkan bahwa strategi digital nasional yang terintegrasi mampu menghasilkan pemerintahan yang lebih efisien, ekonomi yang lebih tangguh, serta masyarakat yang lebih partisipatif (UNCTAD, 2021). Di Indonesia, upaya pengembangan jaringan Palapa Ring dan penyusunan peta jalan digitalisasi nasional telah menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengembangkan konektivitas digital hingga ke pelosok negeri. Namun, tantangan seperti keterbatasan kapasitas SDM digital, keterjangkauan perangkat, dan kualitas jaringan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) masih memerlukan pendekatan lintas sektor dan keberlanjutan anggaran negara. Integrasi kebijakan pembangunan digital ke dalam agenda nasional bukan hanya soal ekonomi digital semata, melainkan menyangkut bagaimana teknologi dapat memperkuat keadilan sosial dan demokratisasi akses dalam kehidupan masyarakat.


 

Studi Kasus: Indonesia dan Upaya Membangun Jalan Tol Digital

 

Gambar 2. Roadmap Strategi Pengembangan Industri 4.0 dan Sektor Prioritas              berdasarkan Prioritas Nasional (PN)


Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menunjukkan keseriusan dalam membangun infrastruktur digital sebagai bagian integral dari strategi pembangunan nasional. Komitmen ini tidak hanya tercermin dari berbagai kebijakan pemerintah, tetapi juga dari realisasi proyek strategis seperti Palapa Ring yang menjangkau seluruh wilayah nusantara. Dengan geografis kepulauan yang luas dan beragam, tantangan konektivitas digital selama ini menjadi hambatan utama dalam distribusi informasi, integrasi pasar, dan efisiensi layanan publik, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Palapa Ring, yang dijuluki sebagai “jalan tol informasi,” telah membentangkan lebih dari 35.000 kilometer jaringan serat optik yang menghubungkan 514 kota dan kabupaten di Indonesia (Kementerian Kominfo, 2020). Hasilnya, harga layanan internet yang sebelumnya tinggi mulai menurun di daerah-daerah terpencil, serta memungkinkan munculnya layanan digital yang sebelumnya sulit diakses oleh masyarakat.


Selain Palapa Ring, Indonesia juga telah melangkah lebih jauh dengan memulai peluncuran jaringan 5G sejak tahun 2021, yang menjangkau beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Teknologi ini membuka peluang besar bagi adopsi sistem kota pintar (smart city), pengembangan industri manufaktur berbasis otomasi dan AI, serta sistem transportasi berbasis digital. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, jaringan 5G akan menjadi tulang punggung ekonomi digital Indonesia, khususnya dalam meningkatkan produktivitas industri dan mempercepat layanan publik berbasis data (Kominfo, 2021). Tantangan implementasi memang masih ada, seperti keterbatasan infrastruktur pendukung di luar wilayah perkotaan dan isu keamanan data. Namun, komitmen untuk memperluas 5G secara bertahap memperlihatkan arah pembangunan digital nasional yang visioner dan adaptif terhadap teknologi global.


Secara kebijakan, pemerintah juga telah merancang peta jalan nasional melalui Masterplan Percepatan Transformasi Digital Nasional 2021–2024, yang menjadi landasan integrasi digital di berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, pemerintahan, dan logistik. Salah satu program unggulan, Gerakan 100 Smart City, mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan ekosistem kota berbasis digital, yang didukung oleh data terbuka, teknologi sensor, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan (Bappenas, 2022). Dalam visi ini, transformasi digital tidak hanya ditujukan untuk mempercepat layanan, tetapi juga untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan partisipatif. Hal ini sejalan dengan tren global, di mana digitalisasi telah menjadi alat penting dalam menciptakan tata kelola yang lebih responsif dan efisien (UN ESCAP, 2021).


Penting untuk dicatat bahwa pembangunan infrastruktur digital di Indonesia bukan semata investasi teknologi, melainkan juga merupakan strategi pemberdayaan ekonomi rakyat. Dengan tersedianya konektivitas yang andal, masyarakat di pedesaan kini dapat mengakses platform e-commerce untuk menjual hasil pertanian, bergabung dalam pelatihan daring untuk meningkatkan keterampilan, atau mengakses layanan keuangan digital (fintech) tanpa harus bergantung pada bank konvensional. Transformasi ini membuka jalur pertumbuhan ekonomi baru yang lebih inklusif, khususnya di luar sektor-sektor konvensional yang selama ini mendominasi. Meskipun masih banyak tantangan dalam hal literasi digital, kecepatan jaringan, dan perlindungan data, arah kebijakan pembangunan menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya sedang membangun infrastruktur digital, tetapi juga sedang menata ulang struktur sosial-ekonomi berbasis teknologi masa depan. Dengan terus memperluas jangkauan dan kualitas infrastruktur digital, Indonesia berpotensi menjadikan ekonomi digital sebagai tulang punggung pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan.


 

Tantangan dan Peluang


Walaupun kemajuan infrastruktur digital di Indonesia cukup signifikan, berbagai tantangan masih membayangi keberhasilan jangka panjangnya. Salah satu tantangan utama adalah ketimpangan akses antarwilayah, terutama antara kawasan barat dan timur Indonesia. Data dari BPS (2023) menunjukkan bahwa hanya 52,3% rumah tangga di wilayah Indonesia Timur yang memiliki akses internet, dibandingkan dengan lebih dari 80% di wilayah barat. Selain itu, kualitas sumber daya manusia digital masih menjadi hambatan struktural dalam mewujudkan ekonomi digital inklusif. Masih rendahnya tingkat literasi digital, keterampilan teknologi, dan akses terhadap pendidikan vokasi digital menyebabkan banyak masyarakat tidak mampu memanfaatkan infrastruktur yang tersedia secara optimal. Di sisi lain, ancaman keamanan siber juga semakin nyata seiring meningkatnya penggunaan layanan digital. Kebocoran data pribadi, peretasan sistem pemerintahan, dan penipuan daring menjadi isu krusial yang harus ditangani melalui regulasi dan kesadaran publik yang lebih kuat (Kementerian PANRB, 2023).


Meskipun tantangan tersebut kompleks, peluang ekonomi digital di Indonesia sangat besar dan menjanjikan. Dengan jumlah pengguna internet yang melebihi 220 juta orang dan penetrasi digital yang terus meningkat, Indonesia memiliki pasar domestik yang sangat potensial. Laporan Google-Temasek-Bain (2023) memperkirakan bahwa nilai ekonomi digital Indonesia akan mencapai USD 130 miliar pada 2025, menjadikannya yang terbesar di Asia Tenggara. Bonus demografi yang dimiliki Indonesia—yakni dominasi penduduk usia produktif—juga memberikan keunggulan kompetitif dalam membangun ekosistem startup dan ekonomi kreatif. Transformasi digital, jika dikawal dengan kebijakan yang responsif dan partisipasi multi-pemangku kepentingan, akan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.


“ Infrastruktur telekomunikasi di era Industri 4.0 adalah jalan tol menuju ekonomi digital yang inklusif, efisien, dan kompetitif, membuka peluang bagi semua lapisan masyarakat untuk berinovasi dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan”

Pembangunan infrastruktur telekomunikasi di era Industri 4.0 telah menjadi faktor penentu dalam mewujudkan transformasi digital yang menyeluruh. Dalam konteks globalisasi dan digitalisasi yang tak terelakkan, negara yang mampu mengembangkan infrastruktur digital secara cepat dan merata akan lebih siap menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang ekonomi baru. Indonesia telah menunjukkan langkah awal yang progresif melalui proyek-proyek nasional seperti Palapa Ring dan pengembangan jaringan 5G. Namun, pembangunan infrastruktur fisik perlu disertai dengan strategi penguatan kapasitas manusia, penyusunan regulasi yang adaptif, dan pembentukan ekosistem digital yang aman, inklusif, dan berdaya saing. Transformasi digital bukan sekadar soal teknologi, tetapi juga tentang keadilan, tata kelola, dan masa depan yang lebih berdaya.


Langkah ke depan menuntut sinergi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat untuk menjadikan infrastruktur telekomunikasi sebagai fondasi kemajuan bersama. Dengan kebijakan yang visioner dan implementasi yang konsisten, Indonesia memiliki potensi untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga menjadi produsen inovasi digital yang disegani di kawasan dan dunia. Lompatan digital bukan lagi mimpi, melainkan suatu keniscayaan yang dapat dicapai bila pembangunan dilakukan secara inklusif, strategis, dan berorientasi masa depan.


Korespondensi Penulis

Muhammad Firdaus / firdausdanoe@gmail.com 

 

Daftar Literatur

  • Baldwin, R. (2019). The Globotics Upheaval: Globalization, Robotics, and the Future of Work. Oxford University Press.

  • Bappenas. (2022). Laporan Program Gerakan 100 Smart City. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

  • BPS (Badan Pusat Statistik). (2023). Statistik Telekomunikasi Indonesia 2023. Jakarta: BPS.

  • Google, Temasek, & Bain & Company. (2023). e-Conomy SEA 2023: Reaching New Heights. Retrieved from https://economysea.withgoogle.com

  • Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). (2020). Proyek Palapa Ring: Akselerasi Infrastruktur Telekomunikasi Nasional. Jakarta: Kominfo.

  • Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). (2021). Strategi Nasional 5G untuk Ekonomi Digital Indonesia. Jakarta: Kominfo.

  • Kementerian PANRB. (2023). Laporan Keamanan Siber dan Transformasi Digital di Layanan Publik. Jakarta: Kementerian PANRB.

  • OECD. (2020). Bridging the Digital Divide: Include, Upskill, Innovate. OECD Publishing. Retrieved from https://www.oecd.org

  • UNCTAD. (2021). Technology and Innovation Report 2021: Catching Technological Waves. United Nations Conference on Trade and Development.

  • UN ESCAP. (2021). Digital Government for Sustainable Development in Asia and the Pacific. United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific.

  • World Bank. (2021). World Development Report 2021: Data for Better Lives. Washington, DC: World Bank.

 
 
 

Comments


© 2025 by Pusat Studi Infrastruktur Indonesia

bottom of page