Kebijakan usaha ketenagalistrikan yang dilakukan dengan pola kerjasama Build, Own, Operate, and Transfer (BOOT) dinilai memberatkan pengembangan energi terbarukan. Sebelumnya, skema kerjasama yang diterapkan hanya Build, Own, Operate (BOO), namun penambahan sistem transfer dinilai menyulitkan pengembang, terutama pembangkit skala kecil dalam mengakses pendanaan. Tantangan tersebut dapat berimplikasi pada proses pencapaian target bauran energi terbarukan nasional pada tahun 2025 mendatang.
Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mengungkapkan skema BOOT menurunkan daya tarik proyek pembangkit energi terbarukan. Melalui skema BOOT, aset pembangkit listrik yang dibangun pengembang swasta akan ditransfer dan menjadi milik PT PLN (Persero) setelah kontraknya berakhir. Direktur Eksekutif METI, Paul Butarbutar, menyatakan bahwa hal tersebut membuat perbankan tidak memiliki jaminan jika memberikan dana kepada perusahaan yang membangun pembangkit listrik tersebut.
Pemerintah dituntut untuk segera memperbaiki klausal yang tercantum dalam PPA yang menyulitkan pengembang mendapatkan pendanaan dari perbankan. Sulitnya mendapatkan pendanaan terjadi terutama pada pengembang pembangkit di bawah 10 megawatt (MW). Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Harris, menyatakan bahwa PLN memberikan tenggat waktu untuk menyelesaikan pendanaan final hingga pertengahan 2019. Hal ini ditujukan terhadap perusahaan yang telah menekan PPA dengan PLN pada 2017.
Sebanyak 25 proyek yang telah mencapai Power Purchasing Agreement (PPA) diberikan waktu hingga bulan Juni. Proyek-proyek tersebut masuk ke dalam 70 PPA dengan total kapasitas 1.214 Megawatt (MW) yang ditandatangi PLN pada 2017. Pada 2018 terdapat lima PPA, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan kapasitas 350 MW, dua Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) dengan total kapasitas 11 MW, dan dua Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) dengan total kapasitas 11 MW. Jika dirinci, dari total 75 PPA di 2017 dan 2018, terdapat lima yang sudah beroperasi secara komersial, sedangkan yang telah memasuki tahap konstruksi yakni 30 kontrak. Sebanyak 40 kontrak masih melakukan proses final pendanaan. Berdasarkan 40 kontrak tersebut, 10 kontrak telah memiliki jaminan pelaksanaan dari PLN, sehingga dipastikan bisa segera menyelesaikan final pendanaan.
Skema BOOT dapat menurunkan daya tarik investasi pembangkit energi terbarukan. Pengalihan seluruh asset – tanah, bangunan, dan peralatan pembangkit yang telah disediakan dan dibangun pengembang kepada PT PLN (Persero) banyak memicu permasalahan. Penerapan mekanisme BOOT umumnya dapat dilakukan dengan saling bekerjasama antara pemerintah dengan pengembang. Pemerintah dapat menyediakan lahan, sedangkan bangunan, mesin, dan peralatan disediakan oleh pengembang. Kerjasama tersebut diharapkan mampu menunjukkan komitmen, keseriusan, dan sikap keberadilan pemerintah dalam mengembangankan energi terbarukan dan mencapai target energi bersih.
Disadur dari Fariha Sulmaihati dalam katadata.co.id pada 11 Februari 2019
Commenti